Permohonan Pemecahan Sertifikat Tanah
Pada prakteknya proses
pemecahan sertifikat tanah kemungkinan terdapat berbedaan akan penerapan
dan pelaksana dilapangan. Memo ini dibuat terbatas melalui studi
kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan dan beberapa artikel
serta beberapa buku pertanahan tanpa melalui konfirmasi kepada pejabat
pertanahan terkait.
Peraturan Terkait:
1.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Mengenai Ketentuan Umum Pertanahan (“UU No.5/1960);
2.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (“PP No.24/1997“);
3.Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional (“PP
No.46/2002“);
4.Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
(“Permen No.3/1997“);
5.Peraturan Kepala BPN RI No.6 Tahun 2008
Tanggal 11 Juni 2008 Tentang Penyederhanaan Dan Percepatan Standar
Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis
Pelayanan Pertanahan Tertentu (“Peraturan No.6/2008“);
6.Surat Edaran
Kepala BPN Nomor 600-1900 tanggal 31 Juli 2003 Tentang Pengenaan Tarif
Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan, Pendaftaran Tanah, Pemeliharaan Data
Pertanahan dan Informasi Pertanahan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2002 (“SE No.600-1900?).
7.Surat Edaran Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110-3637 Tahun 1998
Tentang Penyampaian Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1998 Tentang Kewenangan Menandatangani
Buku Tanah, Sertifikat Dan Surat Ukur (“SE No.110-3637“); dan
8.Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanaan Nasional Nomor 2 Tahun
1996 Tentang Pengukuran Dan Pemetaan Untuk Penyelenggaraan Pendaftaran
Tanah;
Pokok Permasalahan:
Bagaimanakah tatacara/prosedur dan
persyaratan apa saja yang diperlukan untuk melaksanakan pemecahan
sertifikat tanah berdasarkan hukum serta berapa lamakah proses pemecahan
sertifikat dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
di Indonesia.
Gambaran Umum Mengenai Pemecahan Sertifikat:
Tanah
perumahan yang dikembangkan developer umumnya berasal dari banyak
pemilik tanah, karena itu statusnya juga beranekaragam dan berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Diantaranya ada yang baru girik, ada
yang sudah HGB (SHGB) dan hak milik (SHM), ada yang bahkan tidak
dilengkapi dokumen. Setelah dibeli semua tanah itu disertifikatkan atas
nama developer dengan status HGB. Inilah yang disebut sertifikat induk.
Saat
tanah dikaveling-kaveling dan dipasarkan berikut bangunan, sertifikat
induk itu dipecah atas nama konsumen, juga dengan status HGB. Dalam
praktik SHGB bersama dokumen lain seperti IMB dan akta jual beli (AJB),
diterima bank dari developer dalam 12 bulan sejak konsumen melunasi bea
balik nama (BBN). Jadi, bila mengambil KPR berjangka dua tahun, bank
bisa langsung menyerahkan sertifikat begitu kredit lunas.
Tapi,
ada saja masalah yang membuat sertifikat belum bisa dipecah dan
diserahkan developer ke bank. Misalnya, untuk menghemat biaya,
pengurusan sertifikat dilakukan sekaligus setelah satu tahap
pengembangan selesai melalui oknum kantor pertanahan dan bukan
notaris/PPAT. Sebelum rampung si oknum dimutasi ke bagian lain, sehingga
data-data dan dokumen konsumen yang sudah diserahkan developer
berceceran. Akibatnya, pengurusan harus diulang melalui oknum pejabat
yang baru. Pemecahan sertifikat pun tertunda.
Hanya konsumen yang
telah melunasi kewajibannya saja yang bisa memperoleh sertifikat.
Setelah semua kewajiban dilunasi, secara otomatis bank yang memberikan
kredit perumahan akan memberikan sertifikat tersebut kepada konsumen.
Namun sertifikat yang diberikan baru memiliki status hak guna bangunan.
Ini karena sertifikat belum berganti nama kepada konsumen. Untuk
memiliki sertifikat milik, konsumen harus mendatangi Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Setelah disetujui barulah konsumen akan mendapatkan
sertifikat milik.
Dalam pelaksanaan dilapangan sehari-hari waktu yang
dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengurus sertifikat hak milik. Tapi
yang pasti, kalau prosesnya berlarut-larut, berarti konsumen belum
menyerahkan semua data yang diperlukan BPN. Karena biasanya, proses
perubahan jenis sertifikat tidaklah sulit.
Sebenarnya setelah
konsumen sepakat melakukan akitivitas jual-beli dengan pengembang, tidak
lagi ada lagi kewajiban bagi pengembang untuk mengurus persoalan
tersebut. Karena tanah dan bangunan tersebut telah dimiliki konsumen.
Kalau konsumen mempergunakan jalur KPR untuk membayar rumah yang
dibelinya, maka bank akan menyimpan sertifikat tersebut. Bank tidak
mungkin memberikan sertifikat kepada konsumen. Bila dilakukan,
kemungkinan konsumen lalai membayar kewajibannya cukup besar.
Bila
konsumen langsung membayar lunas, tentunya pengembang akan langsung
memberikan sertifikat tersebut kepada konsumen. Kalau dalam jangka waktu
yang telah ditentukan, pengembang belum menyerahkan sertifikat.
Berarti, pengembang telah melanggar kewajibannya.
Ketua Asosiasi
Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) DPD Jawa Timur
Nurhadi, menuturkan, proses legalitas lahan itu telah terjadi kalau
pengembang telah memiliki sertifikat. “Pengembang tidak mungkin
bekerjasama dengan perbankan kalau perumahan yang dikembangkannya tidak
memiliki sertifikat,” jelasnya.
ketika hendak membangun proyek di
sebuah tempat, biasanya pengembang membebaskan berbagai jenis status
lahan. Ada yang berstatus girik, tidak sertifikat, dan bahkan ada yang
telah besertifikat. Setelah dibebaskan pengembang kemudian mengurus
sertifikat tanah yang dibelinya ke BPN. Semuanya digabung dalam satu
sertifikat sesuai dengan kegunaan masing-masing lahan. Misalkan saja ada
yang diperuntukan untuk fasos, fasum dan perumahan itu sendiri.
Serfitikat yang dimiliki pengembang tersebut biasa disebut sertifikat
induk. Jenis sertifikat biasanya adalah hak guna bangunan. Ini karena
ketika mendaftar, pengembang mempergunakan badan hukum. Namun ketika
konsumen membeli rumah, sertifikat tersebut dipecah lagi sesuai dengan
kepemilikannya.
Tentunya ketika sebuah rumah dibeli konsumen,
maka kepemilikannya juga akan berubah, ketika hendak merubah status
sertifikatnya, maka konsumen tidak lagi berhubungan dengan pengembang.
Melainkan langsung berhubungan ke BPN. “Kalau membeli rumah melalui KPR,
pengembang biasanya telah memecah sertifikatnya. Kalau tidak, perbankan
tidak akan tertarik.
Dalam kesempatan itu, dia berharap, agar
konsumen terlebih dahulu mempertanyakan legalitas perijinan atas rumah
yang akan dibeli, baik izin lokasi pemanfaatan tanah, izin mendirikan
bangunan maupun ijin-ijin lainnya kepada pengembang. Setelah itu,
konfirmasi informasi perijinan yang disampaikan pengembang kepada
pemerintah setempat dan perjelas apakah lokasi perumahan yang akan
dibeli peruntukan lahannya sesuai dengan tata ruang tata wilayah yang
ditetapkan pemerintah setempat.
Pemecahan Sertifikat Tanah
Atas
permintaan pemegang hak yang bersangkutan, satu bidang tanah yang sudah
didaftar dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang
masing-masing merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama
dengan bidang tanah semula. Pemecahan bidang tanah harus sesuai dengan
rencana tata ruang yang berlaku dan tidak boleh mengakibatkan tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku lainnya.
Dalam hal pemisahan sertifikat diatas untuk tiap
bidang harus dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat untuk
menggantikan surat ukur, buku tanah dan sertipikat asalnya. Apabila
tanah yang ingin dipisahkan tersebut dibebankan hak tanggungan, dan atau
beban-beban lain yang terdaftar, maka pemecahan sertifikat tersebut
baru boleh dilaksanakan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari
pemegang hak tanggungan atau pihak lain yang berwenang menyetujui
penghapusan beban yang bersangkutan.
Dalam pendaftaran pemisahan
bidang tanah surat ukur, buku tanah dan sertipikat yang lama tetap
berlaku untuk bidang tanah semula setelah dikurangi bidang tanah yang
dipisahkan dan pada nomor surat ukur dan nomor haknya ditambahkan kata
“sisa” dengan tinta merah, sedangkan angka luas tanahnya dikurangi
dengan luas bidang tanah yang dipisahkan.
Pemecahan bidang tanah
tidak boleh merugikan kepentingan kreditor yang mempunyai hak tanggungan
atas tanah yang bersangkutan. Oleh kerena itu pemecahan tanah itu hanya
boleh dilakukan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari kreditor
atau pihak lain yang berwenang menyetujui penghapusan beban lain yang
bersangkutan sehingga beban yang bersangkutan tidak selalu harus
dihapus. Dalam hal hak tersebut dibebani hak tanggungan, hak tanggungan
yang bersangkutan tetap membebani bidang-bidang hasil pemecahan itu.
Dalam
hal tanah yang ingin dipecah adalah tanah pertanian, maka diwajibkan
untuk memperhatikan ketentuan mengenai batas minimal sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaksanaan pemecahan
sertifikat dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional yang dapat dilimpahkan Kepala Kantor
Pertanahan atau pejabat yang ditunjuknya.
Permohonan Pemecahan Sertifikat Tanah:
1.Persyaratan Permohonan Pemisahan Sertifikat Tanah:
Sebagaimana
telah dijelaskan diatas bahwa Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional yang dapat dilimpahkan Kepala Kantor
Pertanahan atau pejabat yang ditunjuknya. Dengan demikian maka
permohonan ditujukan kepada Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional dengan dilampiri dengan beberapa dokumen
berikut ini (Lampiran IX Peraturan No.6/2008):
1.Fotokopi identitas diri pemohon dan atau kuasanya yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang;
2.Sertipikat hak atas tanah;
3.Ijin Perubahan Penggunaan Tanah, apabila terjadi perubahan penggunaan tanah;
4.Ijin tertulis dari pemegang hak tanggungan apabila tanah tersebut dibebankan hak tanggungan;
5.Surat kuasa apabila permohonan pemecahan tidak dilakukan oleh sipemilik hak atas tanah tersebut; dan
6.Sertipikat Hak Atas Tanah asli, khusus bagi pengembang, harus juga menyertakan Site Plan kawasan pembangunan perumahannya.
Biaya Administrasi Pemecahan Sertifikat Tanah:
Sebagaimana
diatur didalam PP No.46/2002 disebutkan bahwa penerimaan bukan pajak
yang diterima negara dalam rangka pemecahan sertifikat tanah yaitu
sebesar Rp. 25.000,- dikalikan banyaknya sertipikat pemisahan yang
diterbitkan biaya ini diluar dari biaya pengukuran tanah yang dilakukan.
Jangka Waktu Pemisahan Sertifikat:
Berdasarkan
Lampiran IX Peraturan No.6/2008 menyebutkan bahwa paling lambat 15
(lima belas) hari kerja (diluar waktu yang diperlukan untuk melakukan
pengukuran tanah) untuk Pemecahan sampai dengan 5 (lima) bidang tanah
terhitung sejak berkas diterima lengkap oleh Kantor Pertanahan dan telah
lunas pembayaran yang ditetapkan peraturan perundang-undangan dengan
catatan bahwa sertipikat bidang-bidang tanah yang akan dipecah tidak ada
catatan (bersih);
Pengukuran Tanah:
Pengukuran tanah
dalam rangka pemecahan sertifikat diatur didalam Pasal 73 dan Pasal 74
Permen BPN No.3/1997 yang pada intinya mengatur sebagai berikut:
Untuk
melakukan pemisahan atas sertifikat yang melakukan pemisahan diperlukan
pengukuran kembali bidang tanah yang bersangkutan dan pemeliharaan data
fisik dan yuridis. Karena tanah yang dipecah memiliki status hukum yang
sama dengan bidang tanah induknya.
Instansi yang berwenang untuk Melakukan Pengukuran Tanah:
1.pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya 10 Ha. sampai dengan 1000 Ha dilaksanakan oleh Kantor Wilayah;
2.pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya lebih dari pada 1000 Ha. dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Hasil
kedua pengukuran tersebut wajib dilaporkan kepada Kepala Kantor
Pertanahan. Apabila diperlukan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi dapat memperbantukan petugas dari Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi atau Kantor Pertanahan lainnya dalam
bentuk penugasan khusus maupun “task force” untuk melaksanakan
tugas-tugas tertentu.
Tugas pemantauan dan pemberian bimbingan
ini dipertanggungjawabkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional melalui Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.
Berdasarkan
penunjukan Deputi bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pengukuran
bidang tanah yang luas atau yang banyak jumlah bidangnya dapat
dilaksanakan oleh pihak ketiga. Pelaksanaan pengukuran bidang tanah oleh
pihak ketiga ini disupervisi dan hasilnya disahkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah atau Deputi Bidang Pengukuran dan
Pendaftaran Tanah sesuai kewenangannya.
Permohonan untuk Mengajukan Pengukuran Tanah:
Permohonan untuk melakukan pengukuran tanah di tujukan kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan
Pengukuran:
Setelah petugas pengukuran menerima perintah pengukuran, maka segera melakukan persiapan sebagai berikut :
1.memeriksa
tersedianya sarana peta seperti peta pendaftaran atau peta dasar
pendaftaran atau peta lainnya pada lokasi yang dimohon;
2.merencanakan
pengukuran di atas peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau
peta-peta lainnya yang memenuhi syarat, apabila tanah yang dimohon belum
mempunyai gambar situasi/surat ukur;
3.dalam hal tidak terdapat
peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta lain yang
memenuhi syarat, maka segera disiapkan perencanaan pembuatan peta
pendaftaran;
4.memeriksa tersedianya titik dasar teknik disekitar bidang tanah yang dimohon;
5.dalam
hal tidak terdapat titik dasar teknik di sekitar bidang tanah yang akan
diukur, meminta kepada pemohon untuk menyiapkan tugu titik dasar teknik
minimal 2 (dua) buah dan bentuknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
6.apabila
kegiatan pengukuran bidang tanah diperlukan, mengadakan
persiapan-persiapan, seperti menyiapkan formulir-formulir untuk
pengukuran seperti gambar ukur, formulir pengukuran poligon; dll.
Penetapan Batas Tanah:
Sebelum
pelaksanaan pengukuran bidang tanah, petugas ukur dari Kantor
Pertanahan terlebih dahulu menetapkan batas-batas bidang tanah dan
pemohon memasang tanda-tanda batas.
Apabila pengukuran batas
bidang tanah dilaksanakan oleh pihak ketiga, penetapan batas bidang
tanah dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah
atau petugas yang ditunjuknya.
Penetapan batas dilakukan setelah
pemberitahuan secara tertulis kepada pemohon pengukuran, dan kepada
pemegang hak atas bidang yang berbatasan. Pemberitahuan ini dilakukan
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum penetapan batas
dilaksanakan.
Setelah penetapan batas dan pemasangan tanda-tanda
batas selesai dilaksanakan, maka dilakukan kegiatan pengukuran dan
pemetaan bidang-bidang tanah.
Pengumpulan dan Penelitian Data Yuridis Bidang Tanah:
Untuk
keperluan penelitian data yuridis Kepala Seksi Pengukuran dan
Pendaftaran Tanah menyerahkan alat-alat bukti yang ada dan daftar isian
201 yang sudah diisi sebagian dalam rangka penetapan batas bidang tanah
kepada Panitia A.
Setelah penelitian data yuridis selesai
dilakukan, maka Panitia A menyerahkan daftar isian 201 yang sudah diisi
kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah yang selanjutnya
menyiapkan pengumuman data fisik dan data yuridis.
Penelitian Data Fisik oleh Tim A
Setelah
pengumpulan dan penelitian data yuridis dilakukan oleh Kepada Seksi
Pengukuran dan Pendaftaran Tanah kemudian data itu diajukan kepada
Panitia A unutk diperiksa kembali dalam pendaftaran tanah secara
Sporadik adalah sebagai berikut:
1.meneliti data yuridis bidang tanah yang tidak dilengkapi dengan alat bukti tertulis mengenai pemilikan tanah secara lengkap;
2.melakukan pemeriksaan lapangan untuk menentukan kebenaran alat bukti yang diajukan oleh pemohon pendaftaran tanah;
3.mencatat sanggahan/keberatan dan hasil penyelesaiannya;
4.membuat kesimpulan mengenai data yuridis bidang tanah yang bersangkutan;
5.mengisi daftar isian 201.
Untuk menilai kebenaran pernyataan pemohon dan keterangan saksi-saksi yang diajukan dalam pembuktian hak, Panitia A dapat :
1.Mencari
keterangan tambahan dari masyarakat yang berada di sekitar bidang tanah
tersebut yang dapat digunakan untuk memperkuat kesaksian atau
keterangan mengenai pembuktian kepemilikan tanah tersebut;
2.Meminta
keterangan tambahan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a
yang diperkirakan dapat mengetahui riwayat kepemilikan bidang tanah
tersebut dengan melihat usia dan lamanya bertempat tinggal di daerah
tersebut.
3.Melihat keadaan bidang tanah di lokasinya untuk
mengetahui apakah yang bersangkutan secara fisik menguasai tanah
tersebut atau digunakan pihak lain dengan seizin yang bersangkutan, dan
selain itu dapat menilai bangunan dan tanaman yang ada di atas bidang
tanah yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk pembuktian kepemilikan
seseorang atas bidang tanah tersebut.
Hasil penelitian data
yuridis oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah dan atau
Panitia A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dicantumkan dalam Risalah
Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201).
4.Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis:
Kutipan
data yuridis dan data fisik yang sudah dicantumkan dalam Risalah
Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201) oleh
Panitia A dimasukkan dalam Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang
Tanah (daftar isian 201C), yang merupakan daftar isian yang dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Untuk
memberi kesempatan bagi yang berkepentingan mengajukan keberatan atas
data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang dimohon
pendaftarannya, maka Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah
(daftar isian 201C) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peta bidang
tanah yang bersangkutan diumumkan dengan menggunakan daftar isian 201B
di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah selama
60 (enam puluh) hari.
Dengan mempertimbangkan kemungkinan
masalah pertanahan yang akan timbul Kepala Kantor Pertanahan dapat
memutuskan bahwa pengumuman mengenai data fisik dan data yuridis
mengenai tanah yang dimohon pendaftarannya dilaksanakan melalui sebuah
harian umum setempat dan atau di lokasi tanah tersebut atas biaya
pemohon.
Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis
Setelah
jangka waktu pengumuman sebagaimana berakhir, maka data fisik dan data
yuridis tersebut disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan Berita
Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis (daftar isian 202).
Apabila
pada waktu pengesahan data fisik dan data yuridis tersebut masih
terdapat kekurang lengkapan data atau masih ada keberatan yang belum
diselesaikan, maka pengesahan tersebut dilakukan dengan catatan mengenai
hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.
Kepada
pihak yang mengajukan keberatan disampaikan kepadanya pemberitahuan
tertulis agar segera mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Keberatan-keberatan tersebut didaftar dengan menggunakan daftar isian
309
SUMBER
Rabu, 21 Mei 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar