Senin, 17 Desember 2012

Karanggayam Caturtunggal Depok Sleman Part 6


Yups lanjut lagi tulisan saya tentang dusun Karanggayam Caturtunggal Depok Sleman,tema masih sama seperti tulisan saya di Karanggayam Caturtunggal Depok Sleman Part 5.....daripada kelamaan langsung cekidot aja dah hehehe :




Jalan Dumung [ Kobra Hitam ] Dan Jalan Sendok [ Ular Sendok/ Ular Kobra ]




Nama jalan ini diambil dari ular berjenis sama yaitu ular kobra tapi berbeda warna dan nama ilmiahnya.
Ular sendok atau yang juga dikenal dengan nama kobra adalah sejenis ular berbisa dari suku Elapidae. Disebut ular sendok (Jw., ula irus) karena ular ini dapat menegakkan dan memipihkan lehernya apabila merasa terganggu oleh musuhnya. Leher yang memipih dan melengkung itu serupa bentuk sendok atau irus (sendok sayur).



Istilah kobra dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Inggris, cobra, yang sebetulnya juga merupakan pinjaman dari bahasa Portugis. Dalam bahasa terakhir itu, cobra merupakan sebutan umum bagi ular, yang diturunkan dari bahasa Latin colobra (coluber, colubra), yang juga berarti ular. Ketika para pelaut Portugis pada abad ke-16 tiba di Afrika dan Asia Selatan, mereka menamai ular sendok yang mereka dapati di sana dengan istilah cobra-capelo, ular bertudung. Dari nama inilah berkembang sebutan-sebutan yang mirip dalam bahasa-bahasa Spanyol, Prancis, Inggris dan lain-lain bahasa Eropa.



Ular sendok dalam bahasa Indonesia merujuk pada beberapa jenis ular dari marga Naja. Sedangkan ular king-cobra (Ophiophagus hannah) biasanya disebut dengan istilah ular anang atau ular tedung.



Ragam Jenis dan Penyebarannya



Kobra biasanya berhabitat daerah tropis dan gurun di Asia dan Afrika. Beberapa jenis kobra dapat mencapai panjang 1,2–2,5 meter. King-cobra bahkan dapat tumbuh sampai dengan 5,6 m, dan merupakan jenis ular berbisa terbesar di dunia.


Asia memiliki banyak jenis kobra, sekurang-kurangnya dua jenis kobra sejati didapati di Indonesia. Jenis-jenis itu di antaranya:


1. Kobra india (Naja naja),
berwarna abu-abu kehitaman, kobra ini mempunyai pola gambar kacamata di belakang tudungnya. Menyebar di India, Pakistan, Nepal, Bangladesh dan Sri Lanka.


2. Kobra asia-tengah (Naja oxiana)
menyebar mulai dari Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan, Iran, Afganistan, Pakistan, hingga ke India utara.


3. Kobra kaca-tunggal (Naja kaouthia)
alih-alih kacamata, pola gambar di punggungnya berupa kaca-tunggal, yakni pola lingkaran konsentrik mirip huruf O. Ular ini menyebar mulai dari Nepal, India timur laut, Bangladesh, Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam bagian selatan, Tiongkok selatan, dan bagian utara Malaysia.


4. Kobra burma (Naja mandalayensis)
menyebar terbatas di sekitar kota Mandalay. Mampu menyemburkan bisa (spitting cobra).


5. Kobra andaman (Naja sagittifera)
menyebar terbatas di Kep. Andaman


6. Kobra tiongkok (Naja atra)
menyebar di Tiongkok selatan, bagian utara Vietnam, dan Laos.


7. Kobra siam (Naja siamensis)
menyebar di Thailand, Kamboja, sebagian Laos, dan Vietnam bagian selatan. Kerap menyemburkan bisa.


8. Ular sendok sumatra (Naja sumatrana)
juga kerap menyemburkan bisa. Menyebar mulai dari bagian paling selatan di Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra dan pulau-pulau sekitarnya, Borneo, hingga Palawan dan Kep. Calamian di Filipina.


9. Ular sendok jawa (Naja sputatrix)
kerap menyemburkan bisa (bahasa Latin sputare, meludah). Menyebar mulai dari Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Flores hingga Alor. Kemungkinan juga di pulau-pulau sekitarnya.


10. Kobra filipina (Naja philippinensis)
menyebar di bagian utara dan barat Filipina, di pulau-pulau Luzon, Mindoro, Marinduque, Masbate, dan mungkin pula di Calamian dan Palawan.


11. Kobra mindanao (Naja samarensis)
menyebar di bagian selatan dan timur Filipina, di pulau-pulau Mindanao, Samar, Leyte, Bohol dan sekitarnya.


Sedangkan kobra dari Afrika di antaranya:


12. Kobra mesir (Naja haje)
ular ini dikenal pula dengan nama lain, asp, dan terkenal dalam sejarah karena digunakan oleh Cleopatra, ratu Mesir, untuk bunuh diri.


13. Naja melanoleuca
14. Naja annulifera
15. Naja nigricollis, kobra penyembur dari Afrika.
16. Naja mossambica, kobra Mozambik
17. Naja nivea

dan lain-lain.

Warna yang Mengacaukan

 

Berbagai jenis kobra dapat memiliki warna dari hitam atau coklat tua sampai putih-kuning. Pada masa lalu, warna tubuh dan kemampuan menyemburkan bisa –melalui kombinasi dengan beberapa ciri lainnya– digunakan sebagai dasar untuk membedakan jenis-jenis kobra. Akan tetapi kini diketahui bahwa variasi warna dalam satu jenis (spesies) kobra begitu beragam, sehingga mustahil digunakan sebagai patokan pengenalan jenis. Sebagai teladan, ular sendok Jawa diketahui berwarna hitam kelam di Jawa bagian barat namun kecoklatan hingga kekuningan di Jawa timur dan Nusa Tenggara.



Yang lebih merumitkan ialah beberapa kobra yang berbeda spesiesnya dapat memiliki warna atau pola warna yang bermiripan. Di Thailand umpamanya, yang memiliki beberapa jenis kobra, peneliti harus lebih berhati-hati untuk menetapkan identitas ular yang ditemuinya. Karena perbedaan spesies ini akan bersifat menentukan bagi hasil risetnya kelak. Perbedaan spesies ini juga berarti perbedaan karakter bisa (racun), yang penting untuk diketahui apabila menangani korban gigitan ular.


Bisa Ular sendok

 

Bisa atau racun ular sendok merupakan salah satu yang terkuat dari jenisnya, dan mampu membunuh manusia. Ular sendok melumpuhkan mangsanya dengan menggigit dan menyuntikkan bisa neurotoxin pada hewan tangkapannya (biasanya binatang mengerat atau burung kecil) melalui taringnya. Bisa tersebut kemudian melumpuhkan syaraf-syaraf dan otot-otot si korban (mangsa) dalam waktu yang hanya beberapa menit saja.
Selain itu, ular sendok dapat melumpuhkan korbannya dengan menyemprotkan bisa ke matanya; namun tidak semua kobra dapat melakukan hal ini.


Kobra hanya menyerang manusia bila diserang terlebih dahulu atau merasa terancam. Selain itu, kadang mereka juga hanya menggigit tanpa menyuntikkan bisa (gigitan ‘kosong’ atau gigitan ‘kering’). Maka tidak semua gigitan kobra pada manusia berakhir dengan kematian, bahkan cukup banyak persentase gigitan yang tidak menimbulkan gejala keracunan pada manusia.



Meski demikian, orang harus tetap berwaspada apabila tergigit ular ini, namun jangan panik. Yang terbaik, perlakukan luka gigitan dengan hati-hati tanpa membuat luka-luka baru di sekitarnya (misalnya untuk mencoba mengeluarkan racun). Jika mungkin, balutlah dengan cukup kuat (balut dengan tekanan) bagian anggota tubuh antara luka dengan jantung, untuk memperlambat –namun tidak menghentikan– aliran darah ke jantung. Usahakan korban tidak banyak bergerak, terutama pada anggota tubuh yang tergigit, agar peredaran darah tidak bertambah cepat. Kemudian bawalah si korban sesegera mungkin ke rumah sakit untuk memperoleh antibisa (biasanya di Indonesia disebut SABU, serum anti bisa ular) dan perawatan yang semestinya.



Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata.

Gejala-gejala Keracunan

 

Penting untuk diingat sekali lagi, bahwa gigitan ular sendok pada manusia tidak semuanya berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus gigitan, ular menggigit untuk memperingatkan atau mengusir manusia. Sehingga hanya sedikit atau tidak ada racun yang disuntikkan. Jika pun racun masuk dalam jumlah yang cukup, apabila korban ditangani dengan baik, umumnya belum membawa kematian sampai beberapa jam kemudian. Jadi, kematian tidak datang seketika atau dalam beberapa menit saja. Tidak perlu panik.


Bisa kobra, seperti umumnya Elapidae, terutama bersifat neurotoksin. Yakni memengaruhi dan melumpuhkan kerja jaringan syaraf. Si korban perlahan-lahan akan merasa mengantuk (pelupuk mata memberat), kesulitan bernafas, hingga detak dan irama jantung terganggu dalam beberapa jam kemudian.



Akan tetapi tak serupa dengan akibat gigitan ular Elapidae lainnya, bisa ular sendok Jawa dan Sumatra dapat merusak jaringan di sekitar luka gigitan. Jadi, juga bersifat hemotoksin. Lebam berdarah di bawah kulit dapat terjadi, dan rasa sakit yang amat sangat muncul (namun tidak selalu) dalam menit-menit pertama setelah tergigit. Sekitar luka akan membengkak, dan bersama dengan menjalarnya pembengkakan, rasa sakit juga turut menjalar terutama di sekitar persendian. Lebam lama-lama akan menghitam dan menjadi nekrosis Dalam pada itu, kemampuan pembekuan darah pun turut menurun.



Tanpa gejala-gejala di atas, kemungkinan tidak ada racun yang masuk ke tubuh, atau terlalu sedikit untuk meracuni tubuh orang. Namun juga perlu diingat, bahwa umumnya gigitan ular –berbisa atau pun tidak– hampir pasti menumbuhkan ketakutan atau kekhawatiran pada manusia. Telah demikian tertancam dalam jiwa kita manusia, anggapan yang tidak tepat, bahwa (setiap) ular itu berbisa dan (setiap) gigitan ular akan mengakibatkan kematian.



Pada kondisi yang yang berlebihan, rasa takut ini dapat mengakibatkan syok (shock) pada si korban dengan gejala-gejala yang mirip. Korban akan merasa lemah, berkeringat dingin, detak jantung melemah, pernapasan bertambah cepat dan kesadarannya menurun. Bila terjadi, syok ini penting untuk ditangani karena dapat membahayakan jiwa pula. Akan tetapi ini bukanlah gejala keracunan, sehingga sangat penting untuk mengamati perkembangan gejala pada korban gigitan untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat.



Jalan Welang Dan Weling [ Ular Welang Dan Weling ]




Welang (Bungarus fasciatus) adalah nama sejenis ular berbisa anggota suku Elapidae. Umum biasa menyebutnya sebagai ular belang (Ind.) atau oray belang (Sd.), nama yang sedikit banyak menyesatkan karena digunakan pula untuk menyebut ular lain yang serupa dan berkerabat dekat: ular weling (Bungarus candidus).



Kedua ular ini memang mirip bentuk dan warnanya. Nama welang dan weling (dari bahasa Jawa) menunjuk kepada pola belang hitam-putih (atau hitam-kuning) yang berlainan. Pada ular welang, belang hitamnya utuh berupa cincin dari punggung hingga ke perut; sedangkan pada ular weling belang hitamnya hanya sekedar selang-seling warna di bagian punggung (dorsal), sementara perutnya (ventral) seluruhnya berwarna putih.
Dalam bahasa Inggris, ular welang dikenal sebagai Banded Krait. Sementara nama ilmiahnya, Bungarus fasciatus, berasal dari kata dalam bahasa Telugu (India) bungarum yang berarti ‘emas’, merujuk pada belang warna kuning di tubuhnya, dan kata bahasa Latin fasciata yang berarti ‘berbelang’ (fascia, belang atau pita).

 

Pengenalan

 

Ular yang berukuran sedang, dengan panjang maksimum yang tercatat 2125 mm; akan tetapi umumnya ular dewasa hanya sekitar 1,5 m atau kurang. Sekitar sepersepuluh dari panjang itu adalah ekornya, yang berujung tumpul buntek. Bentuk badan menyegitiga, dengan punggung yang membentuk sudut di atas. Berwarna menyolok, belang-belang hitam kuning (atau hitam putih), kurang lebih sama lebar antara kedua warna itu. Warna hitamnya terus bersambung hingga ke sisi perutnya (lihat gambar no. 6 di bawah), kecuali pada sepertiga bagian muka tubuhnya. Kepala lebar dan gepeng dengan pola di atasnya seperti anak panah berwarna hitam (gambar no.2), dan bibir yang berwarna kekuningan atau keputihan kusam.



 Sisik-sisik dorsal (punggung) dalam 15 deret di tengah badan, sisik-sisik vertebral (di atas tulang punggung) membesar dan berbeda bentuknya dari sisik-sisik dorsal yang lain, membentuk semacam gigir di atas punggung (gambar no 5). Sisik-sisik ventral (perut) 200—234 buah, sisik anal tunggal, dan sisik-sisik subkaudal (bawah ekor) 23—39 buah, tak berpasangan. Sisik-sisik labial (bibir) atas 7 buah, no-3 dan -4 menyentuh mata.



Jalan Gadung [ Ular Gadung ]




Ular gadung adalah sejenis ular berbisa lemah yang tidak berbahaya dari suku Colubridae. Secara umum, di wilayah Indonesia barat ular ini disebut dengan nama ular pucuk. Nama-nama daerahnya di antaranya oray pucuk (Sd.), ula gadung (Jw.), dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Oriental whip-snake.
Disebut ular gadung karena ular ini sepintas menyerupai pucuk tanaman gadung (Dioscorea hispida) yang hijau lampai.


Pemerian

 

Ular berwarna hijau, panjang dan amat ramping. Terkadang ada pula yang berwarna coklat kekuningan atau krem atau keputihan, terutama pada hewan muda. Panjang tubuh keseluruhan mencapai 2 m, meski kebanyakan sekitar 1,5 m atau lebih; lebih dari sepertiganya adalah ekornya yang kurus seperti cambuk.
Kepala panjang meruncing di moncong, jelas lebih besar daripada leher yang kurus bulat seperti ranting hijau. Mata besar, kuning, dengan celah mata (pupil) mendatar. Panjang moncong sekurangnya dua kali panjang mata. Pipi dengan lekukan serupa saluran horizontal ke arah hidung, memungkinkan mata melihat dengan pandangan stereoskopik dan memperkirakan lokasi mangsa dengan lebih tepat.



Sisi atas tubuh (dorsal) hijau terang atau hijau agak muda, merata hingga ke ekor yang biasanya sedikit lebih gelap. Terkadang, bila merasa terusik, ular pucuk atau biasa disebut ular gadung pari (nama lain di jawa tengah)akan melebarkan, memipihkan dan melipat lehernya serupa huruf S, sehingga muncul warna peringatan berupa belang-belang putih dan hitam pada kulit di bawah sisiknya. Sisi bawah tubuh (ventral) hijau pucat keputihan, dengan garis tipis kuning keputihan di sepanjang tepi bawah tubuh (ventrolateral).



Perisai (sisik-sisik besar) di bibir atas (supralabial) 8-9 buah, yang nomor 4 sampai 6 menyentuh mata. Sisik-sisik dorsal dalam 15 deret, 13 deret di dekat ekor. Sisik-sisik ventral 189-241 buah; sisik anal berbelah, jarang tunggal; sisik-sisik subkaudal 169-183 buah (Tweedie 1983: 154-207 buah).


Kebiasaan

 

Ular yang sering terlihat atau didapati di pekarangan, kebun, semak belukar dan hutan. Senang berada di tajuk pepohonan dan semak, ular gadung tidak jarang terlihat menjalar di atas tanah, rerumputan, atau bahkan menyeberangi jalan. Terkadang ular ini terlihat menjulurkan kepalanya di antara dedaunan, dan sesekali bergoyang seolah sulur-suluran tertiup angin.



Ular gadung aktif di siang hari (diurnal), memburu aneka hewan yang menjadi mangsanya; seperti kodok, cecak dan bunglon, serta aneka jenis kadal. Bahkan juga burung kecil dan mamalia kecil.



Seperti banyak jenis ular pohon, ular gadung bersifat ovovivipar. Telurnya menetas di dalam rahim dan keluar sebagai anak sepanjang kurang-lebih 20 cm. Sekali beranak jumlahnya mencapai 9 ekor.
Di Sumatra, ular ini ditemui mulai dari dekat pantai hingga ketinggian 1300 m dpl.



Anak jenis dan Penyebaran



Ada empat anak jenis (subspesies) dari Ahaetulla prasina, yakni:
1.A.p. prasina (Boie, 1827). Menyebar luas mulai dari India di barat, Bangladesh, ke timur hingga Tiongkok (Hong Kong), ke selatan melewati Burma, Indochina, Thailand, Semenanjung Malaya, dan Singapore. Di Indonesia menyebar di pulau-pulau Sumatra (termasuk Simeulue, Nias, Mentawai, Riau, Bangka dan Belitung), Borneo (termasuk Natuna dan Sebuku), Sulawesi (termasuk Buton, Kepulauan Sula dan Sangihe), Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, dan Ternate.
2.A.p. preocularis (Taylor, 1922), menyebar di Filipina, termasuk di Luzon, Panay dan kepulauan Sulu.
3.A.p. suluensis (Gaulke, 1994), menyebar di kepulauan Sulu, Filipina.
4.A.p. medioxima Lazell, 2002.


Daya bisa

 

 

Ular gadung termasuk mudah ditangkap dan mudah dijinakkan. Ketika baru tertangkap, biasanya ular ini lebih agresif dan mudah terprovokasi. Memipihkan lehernya dan menampakkan warna-warna peringatannya, ular gadung akan mencoba menggigit penangkapnya. Namun dengan penanganan yang lemah lembut dan hati-hati, umumnya ular gadung dapat segera ditenangkan.


Bisa ular ini termasuk kategori menengah, dan dapat membunuh seekor burung pipit dalam waktu beberapa menit saja. Akan tetapi sejauh ini diketahui tidak membahayakan manusia. Dampak gigitan bervariasi mulai dari luka gigitan kecil yang sedikit pedih, atau agak gatal, sampai ke pembengkakan ringan disertai sedikit rasa pegal. Secara tradisional, luka ini biasanya diolesi madu, atau diberi antiseptik seperti larutan yodium untuk mencegah infeksi.



Jalan Banyu [ Ular Air Pelangi ]




Ular-air pelangi adalah sejenis ular dari suku Colubridae, anak suku Homalopsinae. Ular ini dinamakan demikian karena warna-warni di tubuhnya menyerupai jalur-jalur warna pada pelangi, meski biasanya tidak begitu cerah. Dalam bahasa Inggris disebut dengan nama rainbow water-snake. Umum mengenalnya sebagai ular air, uler aer (Betawi), ulo banyu (Jawa), dan lain-lain. Sementara nama ilmiahnya adalah Enhydris enhydris (Schneider, 1799).


Pemerian

 

Ular yang umumnya bertubuh relatif kecil sampai sedang, panjang maksimum lebih sedikit dari 80 cm, meski kebanyakan antara 50-60 cm. Berkepala kecil, meski sering berperut gendut, dan berekor pendek.



Punggung (dorsal) umumnya berwarna coklat muda zaitun hingga abu-abu kehitaman, dengan sepasang garis yang kabur batasnya, berwarna lebih terang kecoklatan, agak jauh di sebelah menyebelah garis tulang punggungnya. Sisi samping badan (lateral) sebelah bawah berwarna terang kekuningan atau keputihan, dibatasi dengan garis zigzag kehitaman di sepanjang batas dengan sisik-sisik ventral (perut). Terkadang terlihat garis warna merah jambu agak samar di bagian terang ini, serupa dengan pola renda memanjang. Sisi bawah tubuh (ventral) kekuningan atau keputihan, kadang-kadang dengan bintik-bintik atau garis samar sepanjang garis tengahnya.



Sisik-sisik dorsal tersusun dalam 21 deret. Sisik ventral 150-177 buah, sisik anal (yang menutupi anus) sepasang/berbelah, sisik subkaudal (sisi bawah ekor) 47-78 pasang.

Kebiasaan dan penyebaran

 

Bersama dengan kerabatnya, ular lumpur E. plumbea, ular-air pelangi kerap ditemui di saluran-saluran air, kolam-kolam ikan, lingkungan sawah, rawa dan sungai-sungai kecil yang berarus tenang. Ular-ular ini amat gemar memangsa ikan kecil-kecil, dan seringkali menjadi hama di kolam-kolam pemeliharaan ikan. Mangsa lainnya adalah kodok, termasuk berudunya, dan diperkirakan juga kadal.



E. enhydris –seperti umumnya Homalopsinae– berbiak dengan 'melahirkan' anaknya (ovovivipar). Yakni, telur berkembang sempurna dan menetas dalam perut induknya, untuk kemudian keluar sebagai ular kecil-kecil. E. enhydris melahirkan hingga 18 anak pada satu musimnya.


Di waktu pagi dan siang, ular-air pelangi kerap terlihat mengeluarkan kepala dan sebagian badannya dari air, dan berdiam diri menyerupai ranting kayu yang muncul dari dalam air. Ada kalanya beberapa ekor ular muncul bersama dalam jarak yang tidak berapa jauh.


E. enhydris mudah ditangkap dengan jerat. Di desa-desa di Jawa, anak-anak setempat biasa menangkapnya dengan berbekal jerat dari lidi daun kelapa yang masih segar. Ular ini umumnya jinak dan tak mau menggigit, sehingga kerap menjadi mainan anak-anak. Meski termasuk katagori ular berbisa lemah (mildly venomous), hampir tak pernah ada laporan mengenai kasus gigitannya.


Kebanyakan ular-ular marga Enhydris --sejauh ini telah dideskripsi 23 spesies dari marga ini, termasuk jenis ular baru E. gyii (ular-lumpur Kapuas) yang mampu berubah warna-- menyebar lokal atau terbatas. Hanya E. enhydris dan E. plumbea yang luas agihannya.


E. enhydris diketahui tersebar luas mulai dari Pakistan dan Nepal di barat, India, Bangladesh, Burma, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Borneo hingga Sulawesi di timur.


 Woke sekian dulu artikel tentang nama nama jalan di dusun Karanggayam Caturtunggal Depok Sleman lain kali disambung lagi and thank you for reading

0 komentar:

Posting Komentar