Selasa, 26 Juni 2012
Candi Kalasan
14.02Indonesian Version
Candi Kalasan atau Candi Kalibening merupakan sebuah candi yang dikategorikan sebagai candi umat Buddha terdapat di desa Kalasan, kabupaten Sleman, provinsi Yogyakarta, Indonesia. 7°46′2.33″S 110°28′20.04″E
Candi ini memiliki 52 stupa dan berada di sisi jalan raya antara Yogyakarta dan Solo serta sekitar 2 km dari candi Prambanan.
Pada awalnya hanya candi Kalasan ini yang ditemukan pada kawasan situs ini, namun setelah digali lebih dalam maka ditemukan lebih banyak lagi bangunan bangunan pendukung di sekitar candi ini. Selain candi Kalasan dan bangunan - bangunan pendukung lainnya ada juga tiga buah candi kecil di luar bangunan candi utama, berbentuk stupa.
Berdasarkan prasasti Kalasan bertarikh 778 yang ditemukan tidak jauh dari candi ini menyebutkan tentang pendirian bangunan suci untuk menghormati Bodhisattva wanita, Tarabhawana dan sebuah vihara untuk para pendeta.[2][1] Penguasa yang memerintah pembangunan candi ini bernama Maharaja Tejapurnapana Panangkaran (Rakai Panangkaran) dari keluarga Syailendra. Kemudian dengan perbandingan dari manuskrip pada prasasti Kelurak tokoh ini dapat diidentifikasikan dengan Dharanindra[3] atau dengan prasasti Nalanda adalah ayah dari Samaragrawira[4]. Sehingga candi ini dapat menjadi bukti kehadiran Wangsa Syailendra, penguasa Sriwijaya di Sumatera atas Jawa.[5]
Dalam Prasasti Kalasan berhuruf Pre Nagari, berbahasa Sanksekerta ini menyebutkan para guru sang raja Tejapurnapana Panangkaran dari keluarga Syailaendra berhasil membujuk raja untuk membuat bangunan suci bagi Dewi Tara beserta biaranya bagi para pendera sebagai hadiah dari Sangha.
Profesor Dr Casparis. menafsir berdasarkan prasasti Kalasan itu, Candi Kalasan dibangun bersama antara Budha dan Hindu. Sementara itu Van Rumond, sejarahwan dari Belanda meyakini bahwa di situs yang sama pernah ada bangunan suci lain yang umurnya jauh lebih tua dibanding Candi Kalasan, sesuai hasil penelitian yang dilakukannya pada tahun 1928. Bangunan suci itu berbentu wihara yang luasnya 45 x 45 meter. Ini berarti bangunan candi mengalami tiga kali perbaikan. Sebagai bukti, menurutnya, terdapat empat sudut kaki candi dengan bagian yang menonjol.
Pada bagian selatan candi terdapat dua relief Bodhisattva, sementara pada atapnya terdiri dari 3 tingkat. Atap paling atas terdapat 8 ruang, atap tingkat dua berbentuk segi 8, sedangkan atap paling bawah sebangun dengan candi berbentuk persegi 20 yang dilengkapi kamar-kamar setiap sisinya.
Pada candi Kalasan ini memiliki lapisan penutup candi yang dinamakan Bajralepa, yaitu semacam plesteran di ukiran batu halus. Detil dari hiasan Bajralepa ini yang merupakan salah satu ciri Candi Kalasan, yang juga dijumpai pada Candi Sari.
Denah bangunan Candi Kalasan berbentuk persegi. Atapnya segi delapan dan puncaknya berbentuk dagoba (stupa). Keadaannya sudah sangat rusak. Hanya bagian selatan yang masih utuh. Disebut-sebut, bilik pusatnya dahulu memiliki arca perunggu setinggi 6 meter yang kini hilang. Sedangkan ketiga biliknya juga kosong.
Tubuh dan atap candi dihias dengan ukiran-ukiran yang sangat indah. Terdiri dari relung-relung, sulur-sulur, arca-arca Budha, dagoba-dagoba dan arca Gana, yaitu manusia kerdil berperut buncit yang biasanya memikul barang.
Mengenai hiasan ini, Bernet Kempers dalam bukunya, Indonesia Selama zaman Hindu, halaman 25, menyebutkan bahwa cara pembuatan hiasan yang cukup rapi dan memikat ini menunjukkan bahwa pada masa pembuatan candi ini memiliki pemahat dan ahli plester bangunan yang sangat cakap.
Ditambahkan menurut Bernet, Candi Kalasan dulunya ditutup oleh stucco seluruhnya, seperti juga candi-candi yang lain. Sedangkan penghalusan bagian-bagian candi ditambahkan batu penutup yang terbuat dari batu kapur.
Di dalam bangunan candi yang nampak sekarang, ternyata ada kontruksi yang lebih tua. Karena itu beberapa ahli mengatakan bahwa banguna yang ada sekarang itu merupakan banguan tambahan di sekitar abad ke-9. Bangunan aslinya jelas memiliki usia yang lebih tua daripada itu.
Denah kaki Candi Kalasan terletak di atas lapik berbentuk bujur sangkar. Dasar candi juga berbentuk bujur sangkar. Pada kaki candi terdapat makara. Di sekeliling kaki ada hiasan jambangan. Tubuh candi bujur sangkar dengan penampil-penampil yang menjorok ke luar di tengah sisinya. Dilengkapi sebuah singasana yang dihiasi singha berdiri diatas punggung sekeor gajah.
Bagian luar candi, terdapat relung yang dihiasi gambar dewa memegang bunga teratai. Pada setiap pintu masuk terdapat hiasan kepala kala yang dijenggernya terdapat kuncup bunga. Pohon dewata ada diatasnya dan para penghuni kahyangan memainkan bunyi-bunyian seperti rebab, gendang, kerang dan cemara.
Atap candinya terdapat hiasan Gana. Atap nya berbentuk segi delapan dan bertingkat dua. Di tingkat pertama terdapat arca Budha. Pada keliling candi terdapat bangunan stupa setinggi 4,6 meter sebanyak 52 buah.
Keindahan candi Kalasan ini masih bisa dinikmati terutama pada bagian selatan candi. Terdapat Banaspati yang besar, lajur yang tegak lurus dihiasi dengan sulur-sulur dan makara-makara, yang merupakan termasuk hasil kesenian Jawa pada masa Hindu yang terbaik. Keistimewaan lain adalah Makaranya menghadap kedalam dan keluar dan diatas kepala Kala terdapat lukisan berbentuk atap candi yang menjulang tinggi.
Bila candi ini dilihat dari dalam, candi ini disusun dari tumpukan batu-batuan yag saling terkait dan melebar kebawah.
Sekalipun candi ini telah dipugar pada tahun 1927 dan pada tahun 1929, namun masyarakat tetap akan menemui kesulitan untuk melihat keindahan Candi Kalasan ini. Itu karena ada bagian-bagian yang terpaksa tidak dapat dikembalikan seperti sediakala, disebabkan karena banyak batu -batu aslinya yang hilang.
English Version
Kalasan (Indonesian: Candi Kalasan), also known as Candi Kalibening, is an 8th century Buddhist temple in Indonesia. It is located 13 km east of Yogyakarta on the way to Prambanan temple, on the south side of the main road 'Jalan Solo' between Yogyakarta and Surakarta.
History
According to a Kalasan inscription dated 778 AD, written in Sanskrit using Pranagari script, the temple was erected by the will of Guru Sang Raja Sailendravamçatilaka (the Jewel of Sailendra family) that succeed to persuade Maharaja Tejapurnapana Panangkaran (in other part of the inscription also called as Kariyana Panangkaran) to construct a holy building for the goddess (boddhisattvadevi) Tara and also build a vihara (monastery) for buddhist monks from Sailendra family's realm. Panangkaran awarded the Kalaça village to sangha (buddhist monastic community).According to the date of this inscription, Kalasan temple is the oldest among temples built in the Prambanan Plain.
Despite being renovated and partially rebuilt during the Dutch colonial era, the temple currently is in poor condition. Compared to other temples nearby such as Prambanan, Sewu, and Sambisari the temple is not well maintained.
Architecture
The temple stands on square 14.20 meters sub-basement. The temple plan is cross-shaped 12 corners polygon. Each of four cardinal points have stairs and gates adorned with Kala-Makara and also have rooms measured 3,5 square meters. No statue is found in the smaller room facing north, west, and south; but the lotus pedestals suggested that the rooms once contains statues of bodhisattvas. The temple is richly decorated with buddhist figures such as bodhisattva and gana. The Kala Face above the southern door has been photographed and used by a number of foreign academics in their books to give an idea of the artistry in stone by Central Javanese artists of a millennia ago. Niches where the statues would have been placed are found inside and outside the temple. The niches adorned outer wall intricately carved with Kala, gods and divinities in scene of svargaloka, celestial palace abode of gods, apsaras, and gandharvas.
The roof of the temple is designed in three sections. The lower one are still according to the polygonal shape of the body and contains small niches with statues of boddhisatvas seated on lotus. Each of this niches is crowned with stupas. The middle part of the roof is in octagonal (eight sided) shape. Each of this eight sides adorned with niches contains statue of a Dhyani Buddha flanked by two standing boddhisatvas.[2] The top part of the roof is almost circular and also have 8 niches crowned with single large dagoba. The octagonal aspect of the structure has led to speculation of non-buddhist elements in the temple, similar to some interpretations of the early Borobudur structure.
The temple is facing east, with eastern room also served as access to main central room. In the larger main room there is lotus pedestal and throne carved with makara, lion, and elephant figure, similar to the Buddha Vairocana throne founds in Mendut temple. According to the Kalasan inscription, the temple once houses the large (probably reaching 4 meters tall) statue of the Boddhisattvadevi Tara. By the design of the throne, most probably the statue of the goddess was in seated position and made from bronze.[3] Now the statue is missing, probably the same fate as bronze Buddha statue in Sewu temple, being looted for scrap metal over centuries.
On the outer wall of the temple found the traces of plaster called vajralepa (lit: diamond plaster). The same substance also founds in nearby Sari temple. The white-yellowish plaster was applied to protect the temple wall, but now the plaster has worn off.
The temple is located on archaeologically rich Prambanan valley. Just a few hundred meters north east from Kalasan temple is located Sari temple. Candi Sari most probably was the monastery mentioned in Kalasan inscription. Further east lies the Prambanan complex, Sewu temple, and Plaosan temple.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar